Monday, September 10, 2012

cerita asal #1

akhirnya permukaan air itu kembali datar.
beberapa kali sudah semua diguncang oleh gelombangnya.
namun untunglah semuanya tetap berada di dalam cawannya.

sang pembawa cawan pun bertanya "pertanda apakah ini?"
tak pernah ia setakut itu, karena selama ini ia selalu bergelut mempertahankan air dalam cawan itu
tak pernah sedetik pun ia tidak berusaha menjaga air dalam cawan itu.
moga-moga saja usahanya selama ini tidak sia-sia.

Sunday, June 10, 2012

apa salahnya diam? kalau memang tidak ada yang bisa disuarakan?
toh aku tetap sayang kamu, walau tak ada yang dibicarakan.

kita sering bercanda dan tertawa, setiap hari mungkin
dan kadang beradu mulut yang tak ada habisnya.
setiap hari juga.

namun mungkin memang mood ku saja yang tidak bisa diam.
sehingga kadang aku asik dengan pikiranku sendiri

trauma ya?
maaf.

tapi aku sayang kamu kok.

memang aku tak semanis lelaki lain.
yang bisa memprioritaskan perasaan pasangannya.

tapi aku sayang kamu. sungguh.

cc: Ida Ayu Lestari
ada yang hidup terlahir dengan agama.
ada yang hidup terlahir tidak beragama.

semuanya lahir dengan cara yang sama
diberi jiwa dengan cara yang sama

kemudian mereka jalani hidup yang berbeda

matilah kemudian mereka, dengan tanggung jawab yang berbeda

siapa yang minta terlahir dengan agama?

dan yang lebih penting,

siapa yang minta hidup?

beruntunglah mereka yang tidak terlahir dan tak diberi agama.

abstraksi suatu diskusi

kebebasan mutlak adalah kekacauan

di setiap jengkal detik yang anda jalani semuanya telah diatur.

saya tidak bilang bahwa pilihan itu tidak ada, namun setiap pilihan yang anda pilih itu ada aturannya.

lagi, kebebasan mutlak adalah kekacauan

Sunday, April 22, 2012

Teater Universitas Indonesia - Orkes Tiga Gobang

dari wikipedia:

The Threepenny Opera (GermanDie Dreigroschenoper) is a musical by German dramatist Bertolt Brecht and composer Kurt Weill, in collaboration with translator Elisabeth Hauptmann and set designer Caspar Neher.[1] It was adapted from an 18th-century English ballad operaJohn Gay's The Beggar's Opera,[2] and offers a Marxist critique of the capitalist world. It opened on 31 August 1928 at Berlin's Theater am Schiffbauerdamm 
By 1933, when Brecht and Weill were forced to leave Germany by the rise of Hitler, the play had been translated into 18 languages and performed more than 10,000 times on European stages.

Gitu aja deh, yang penasaran ini apa, beli aja tiketnya. :) 

Sunday, February 26, 2012

sesenja itu ia mengamuk.
kembali mengamuk.
melihat puing rumahnya.
melihat kebalnya yang tak kuat lagi.

ia merasa kuat dalam ilusi.
merasa hebat menggenggam ilusi.
termabuk. namun bergembira.
sadarnya adalah mati baginya.

kita tidak bersengketa lagi.
semua sudah ambruk menahan beratnya sendiri.
seperti bintang yang mati.
kepadatannya menghisap semua yang didekatnya.

merusak kelembaman dalam gerak semu.
merusak citra-citra yang telah dibangun.
menghancurkan kedalaman yang telah habis.

nista, kotor dan jorok.
semuanya seperti tahi yang dikeluarkan dari lubang hina.
memang ketika habis semua zat-zat guna
kita akan seperti tahi.
yang memberi hidup pada tanaman-tanaman asing.

yang memberi jalan pada lingkaran hidup.
memberikan kesempatan pada yang hidup untuk kembali sakit.

dan kembali mati. mati.
kosong absolut.
yang senikmat surga namun sesakit neraka.